Potret pejabat pemerintah Belanda dengan sultan Aceh yang berpura-pura berdamai di Kutaraja.
Dari kiri ke kanan: Mayor K. van der Maaten, Sultan Muhammad Daud Syah (Sultan Aceh Darussalam), Asisten Residen W.J.F. Vermeulen dan pengontrol J.H. Morbeck.
Tahun 1903
Belanda menganggap sultan tidak bisa diajak berkerja sama dengan Belanda yang kala itu sudah menguasai Kutaraja. Sultan menolak menandatangani MoU damai dengan Belanda.
Bahkan draf surat damai dirobek Sultan Muhammad Daud Syah di Pendopo Jenderal Van Heutz (pendopo Gubernur Aceh sekarang). Karena tidak mengakui kekuasaan penjajah, pada 3 Februari 1903, sultan oleh Belanda dijadikan tahanan rumah (diintenir) di kampung Keudah, Banda Aceh.
Dia hanya diperbolehkan bergerak bebas di sekitar Kutaraja. Meski dalam tahanan rumah, sultan masih dapat menjalankan pengaruhnya menyusun siasat menyerang Belanda di Kutaraja secara diam-diam bersama pembesar Aceh seperti Tuanku Hasyem Banta Muda, Teuku Panglima Polem Muda Kuala dan Teungku Syiek.