Ada sebuah pertanyaan yang cukup simpel, namun maknanya sangat dalam bagi mereka yang sedang berkuliah di pertanian.
“Kuliah pertanian? Mau jadi apa? Nyangkul?”
Sudah bukan rahasia lagi bahwa pada umumnya anak pertanian sekarang banyak yang galau mau hal yang seperti ini. Meskipun kampus sekelas IPB pun tidak sepenuhnya dapat mengubah stigma tentang menjadi petani adalah hal yang baik karena prospek di kemudian hari. Dilema kuliah pertanian menjadi hal yang sangat umum di masa sekarang ini.
Pandangan pada umumnya bahwa masyarakat akan menganggap suatu jurusan dapat sukses jika melihat prospek di masa depan.
Sekilas, tidak dapat dibantah lagi bahwa Indonesia memang negara agraris. Dimana sektor pertanian menjadi tulang punggung negara. Namun mirisnya tidak seperti itu. Berita yang tidak sedap didengar pun sering menimpa.
Impor beras, impor daging, sampai impor pacul pun sudah dilakukan di negeri ini. Kegiatan impor yang terlalu sering didengar seolah mengisyaratkan bahwa kegiatan ini sudah menjadi kebiasaan wajib tahunan.
Ada yang salah disini. Apakah produksi dalam negeri tidak mencukupi? Sangat disayangkan, dan memang kurang (sesuai dengan kajian yang ditambah data). Semua ini mendatangkan satu hal yang pasti, mau tidak mau ya impor. Kira-kira apa yang salah?
Kurangnya produksi pertanian tak pelak dari kurangnya para pelaku produksi di sektor pertanian. Siapa lagi kalau tidak petani muda? Dilatarbelakangi stigma masyarakat yang kurang baik terhadap pertanian, baik perspektif, prospek dan sebagainya yang membuat anak muda pertanian lari ke marketing hingga perbankan.
Mirisnya lagi, beberapa waktu silam Bapak Presiden pun sempat menyindir para anak muda pertanian pada kemana saja lulusan pertanian? Larinya para pemuda-pemudi penerus generasi pertanian disebabkan karena jurusan pertanian sendiri tidak diminati lagi.
Melekatnya stigma pertanian masih harus menyentuh sawah dengan kotor-kotoran dan sebagainya menjadi salah satu kendala besar.
Kehadiran para pemuda pertanian sebenarnya masih dibutuhkan masyarakat. Karena merekalah yang secara jelas mempelajari teori-teori pertanian dari konvensional hingga mekanikal. Serta mempelajari mana yang lebih efisen atau yang tidak. Kehadiran mereka seharusnya menjadi pintu gerbang pembaharuan pertanian yang lebih baik lagi dari pengolahan lahan hingga pemasaran.
Hanya generasi mudalah yang dapat menyelamatkan pertanian. Jika bukan mereka, siapa lagi?
Referensi:
senipertanian.com