Overproud : Bangga Boleh, Berlebihan Jangan
Belakangan, hiruk-pikuk media sosial mulai menggelitik, apalagi dengan maraknya budaya overproud yang melulu dipelihara bangsa kita. Pasti ada sebagian dari kita yang risih akan budaya tersebut dengan curhat kepada karib atau sejawat yang kurang lebih begini, “Untuk apa sih kita overproud? Apa untungnya buat kita?” atau untuk yang pendiam hanya disimpan saja di dalam hati.
Dikutip dari medium.com, Perserikatan Mahasiswa Progresif, bahwa ada yang mengatakan Put “Indonesia” in the tittle, and see the magic happen. Ternyata, kalimat tersebut bukanlah sekadar susunan kata kosong ucapan seorang anonim belaka, karena banyak orang asing yang menaruh Indonesia sebagai judul atau sesuatu untuk kemudian mereka jadikan konten, voila! maka keajaiban akan muncul, seketika kolom instagram, youtube, facebook, atau media sosial lain orang asing tersebut akan banjir like dan komentar “kebanggaan” dari para kaum overproud di Indonesia.
Apakah hal tersebut suatu kebanggan atau prestasi buat kita, rakyat Indonesia? Tentu tidak, karena orang asing akan menertawakan kita! Mereka akan berpikir bahwa mental sebagian besar bangsa kita masihlah mental bangsa terjajah! Kita terlalu inferior untuk sekadar minta pengakuan dari bangsa lain akan eksistensi bangsa kita! Padahal Indonesia bangsa yang hebat, dengan atau tanpa pengakuan dari bangsa lain, kita bisa menunjukkan jati diri Indonesia lewat sikap nasionalis dan rasa cinta terhadap bangsa sendiri.
Di lini media sosial, mungkin kita boleh berbangga diri akan orang asing yang gemar melirik dan menilik Indonesia, namun cukup sampai di situ saja kebanggaan kita atas atensi mereka, jangan sampai kita mabuk atas pengakuan bangsa lain terhadap Indonesia. Justru, kita yang seharusnya membuat Indonesia diakui dunia dengan cara yang elegan, sehingga atensi bangsa lain terhadap Indonesia bukan belaka untuk cuan mereka semata. Love yourself, first.
Sebagai contoh, ada seorang idola negeri ginseng Korea mengenakan batik dari Indonesia, atau sekalipun memakai sandal jepit dari Indonesia, mereka yang seharusnya bangga karena memakai produk dari Indonesia, bukan kita yang malah bangga dan membesar-besarkan. Karena dengan bangganya mereka terhadap produk Indonesia atau dengan negara Indonesia, itulah yang membuat bangsa kita besar di mata dunia. Bukan sebaliknya.
Contoh lain, misal seorang Jerman keturunan Indonesia, seharusnya orang tersebut yang bangga dengan darah Indonesianya, bukan malah kita yang bangga berkoar dengan darah Indonesia orang tersebut sampai kiranya tayang di berita televisi hingga tujuh hari tujuh malam, amboi!
Contoh lain lagi, kita marah saat kebudayaan atau pulau milik kita diaku atau bahkan direbut bangsa lain, namun ketika kedua-duanya masih menjadi milik kita, jangankan dijaga, dilirik pun tidak, apakah sikap marah tersebut patut kita ekspresikan? Logisnya, sikap marah tersebut ialah sekadar ekspresi berlebihan dari seseorang yang bahkan tidak peduli akan sesuatu yang menjadi miliknya acuh tak acuh, menjadi milik orang lain mengeluh
Lantas, bagaimana sikap kita yang seharusnya? Pertama, berhenti overproud. Kita yang seharusnya menarik atensi bangsa lain atas hebat dan besarnya Indonesia, bukan malah kita yang tertarik setelah ada bangsa lain yang menilik Indonesia, sikap seperti itu jelas nol besar. Jika sikap overproud atas pengakuan dan atensi bangsa lain terkikis sedikit demi sedikit, maka perhatian kita sepenuhnya akan teralih pada apa yang dapat membuat bangsa kita besar tanpa sedikit pun terlihat ‘norak’.
Akhir kata, bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, bangsa yang besar juga bangsa yang menghargai dan ikut melestari berbagai budaya dan kekayaan bangsanya.
Source : Rancah.id